Rabu, 13 April 2011

Bahasa pemograman

Python sebagai bahasa pemrograman general purpose kian berkembang pesat. Lantas, apakah kita juga dapat mengandalkan Python untuk pemrograman Internet? Ada sebuah pendapat yang cukup radikal di Internet: Di tahun 2020, pemrograman akan dilakukan menggunakan Python dan C. Radikal bukan? Tentunya pendapat tersebut pun ditanggapi secara berbeda-beda oleh berbagai pihak. Terlepas dari opini tersebut, harus diakui, sebagai bahasa pemrograman yang relatif baru, perkembangan Python pantas diberikan acungan jempol.
Perkembangan Python telah meluas ke berbagai sektor pemrograman. Sebut saja mulai dari pemrograman yang cukup mendasar dan berkutat dengan algoritma, pemrograman jaringan, pemrograman berbasiskan GUI, pemrograman berbasis web, dan berbagai sektor lainnya. Ini adalah fenomena yang sangat menarik. Tentu saja tidak semua sektor pemrograman tersebut dapat mengandalkan Python. Saat ini, kita akan membahas seberapa andal Python digunakan untuk pemrograman di jagad maya tersebut dan seberapa banyak tool yang telah siap pakai untuk melakukan pemrograman Internet.

Sinkronisasi File dengan unison
Mr. X adalah seorang pembunuh bayaran yang sangat laris. Kebetulan, beliau termasuk pembunuh bayaran yang cukup banyak menggunakan TI. Begini cara kerjanya. Ketika ada tawaran, Mr. X akan mengamati calon korbannya, lengkap dengan informasi kebiasaan calon korban, foto, dan hal-hal yang berhubungan dengan calon korban tersebut. Mr. X sering bekerja mobile dan mencatat semua informasi ke dalam notebook yang beliau miliki. Notebook beliau terinstall dengan sistem operasi MS Windows XP. Sampai di kantor rahasianya, Mr. X selalu meng-copy-kan kembali semua informasi yang berhasil dikumpulkan dalam satu hari ke server kantor rahasianya tersebut. Mr. X tidak harus selalu keluar kantor dalam mengamati calon korbannya. Terkadang, informasi datang begitu saja dari pihak yang memberi kerja. Terkadang, Mr. X juga membuat perubahan langsung ke server kantor rahasianya. Setiap hari seperti ini. Sampai suatu hari.

Nama Mozart selalu dikaitkan dengan nama pemusik klasik. Karyanya saat ini populer di kalangan ibu-ibu hamil, karena diyakini dapat menaikkan IQ si jabang bayi atau anak, kalau diperdengarkan musik karya Mozart ini ke anak-anak tersebut. Nama Mozart juga terkait dengan satu jenis cokelat yang disebut Mozart Kugel (bola Mozart), cokelat yang di dalamnya ada marzipan. Saya tidak tahu kenapa membawa nama Mozart di cokelat ini, yang populer di daerah Jerman-Austria. Tapi kali ini kita tak membicarakan kedua Mozart itu, tapi Mozart yang terkait Mozart Programming System [http://www.mozart-oz.org]. Lingkungan pemrograman ini memang belum populer di Indonesia atau malah tidak pernah didengar. Saat ini, bahasa pemrograman tetap berkembang terus. Ada dua bahasa pemrograman yang makin populer di Indonesia, Java, yang sering disebut-sebut bahasa klas enterprise, dan pesaingnya, C#. Lazimnya pecinta tren, maka programer di Indonesia banyak yang sangat ngebet belajar bahasa pemrograman yang trendi itu, tetapi sedikit mengetahui bahasa lainnya. Bahasa seperti Ada, Smalltalk, Oberon kurang dikenal, termasuk oleh para mahasiswa bidang komputer, apalagi bahasa Haskel, Dylan, Eiffel, dan Mercury.

Kylix termasuk salah satu RAD tool yang sangat memudahkan dalam pembuatan aplikasi GUI. Digabungkan dengan PostgreSQL, kita dapat membuat aplikasi berbasis database yang mudah digunakan sekaligus canggih.Pemrograman di Linux memang gampang-gampang susah. Di satu sisi, Linux adalah surga bagi para programer. Banyak sekali pustaka bebas yang bisa digunakan. Belum lagi, dengan banyaknya aplikasi open source, seorang programer—asal rajin—dapat mengintip source code-nya untuk mendapatkan pengetahuan lebih. Semua kemudahan tersebut lantas ditunjang lebih lanjut lagi dengan kehadiran berbagai tool pengembangan aplikasi seperti ArgoUML untuk pemodelan UML, Eclipse untuk IDE, Cervisia sebagai CVS front end, dan lain sebagainya. Komplit. Seperti seolah-olah Linux hadir hanya untuk programer.
Sayangnya, perhatian para pengembang software untuk RAD sepertinya masih belum terlalu besar. Atau, budaya pengembangan aplikasi dengan sistem drag-sanadrag- sini lantas menulis kode sesedikit mungkin, sepertinya kurang populer di dunia free software. Sebagian besar deve loper lebih senang menyusun ribuan kepingan puzzle-nya sendiri untuk menghasilkan aplikasi besar. Termasuk menyusun GUI sendiri dengan berbagai pustaka GUI yang ada.